Pelayanan Publik Belum Maksimal, 174 Laporan Masuk ke Ombudsman

Pelayanan Publik Belum Maksimal, 174 Laporan Masuk ke Ombudsman

\"\"  BENGKULU, BE - Lembaga pengaduan pelayanan publik Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu selama 2016 menerima sebanyak 174 laporan aduan masyarakat terkait pelayanan publik di Provinsi Bengkulu. Dari 174 laporan tersebut, Ombudsman baru menyelesaikan 133 laporan atau sekitar 76 %.

Kepala Perwakilan ombudsman Provinsi Bengkulu Herdi Puryanto SE meyebutkan, pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah (Pemda) merupakan aduan paling banyak yang diterima ombudsman.

Komplain masyarakat mengenai Pemda tersebut paling banyak adalah masalah kepegawaian. Yaitu mulai dari mutasi, kenaikkan pangkat, pengurusan administrasi, dan pertanahan.

\"Memang kita akui Pemerintah Daerah ini adalah penyelenggara layanan publik yang paling besar. Otomatis, Pemda menjadi layanan publik yang paling banyak di komplain oleh masyarakat,\" paparnya kepda BE.

Dari 175 laporan tersebut, Kota Bengkulu merupakan laporan terbanyak yang diterima oleh ombudsman yaitu sebanyak 73 %, Kabupaten Kepahiang 5,7 % , Kabupaten Seluma 4 % , Kabupaten Bengkulu Utara 4 % , Kabupaten Bengkulu Tengah 4 % , Kabupaten Kaur 2,9 % , Kabupaten Rejang Lebong 2,9 % , Kabupaten Lebong 1,1 % , Kabupaten Mukomuko dan 1,1 % . Sementara itu, instansi yang paling banyak menerima laporan berdasarkan data Ombudsman 3 tahun terakhir adalah sebanyak 75 laporan ditujukan kepada Pemerintah Daerah (Pemda), 21 laporan terhadap institusi Polri, 17 laporan kepada Sekolah Negeri, 12 laporan kepada BUMN/BUMD, dan 9 laporan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sementara jenis aduan terhadap pelayanan publik yang dikomplain masyarakat tersebut 26,43 % merupakan komplain penundaan berlarut, 19,54 % merupakan pelayanan publik tidak kompeten, 18,96 % merupakan laporan penyimpangan prosedur, 10,91 % permintaan imbalan uang, barang dan jasa (Pungli), dan 9,77 % laporan mengenai ketidak patutan pelayanan publik.

Selain itu, laporan yang masuk dari perorangan atau korban langsung sebanyak 102 laporan, laporan dari keluarga korban sebanyak 36 laporan, dari kelompok masyarakat 13 laporan, dari media 15 laporan, dari inisiatif investigasi ombudsman sebanyak 2 laporan, dari LSM/NGO sebanyak 2 laporan, dari organisasi profesi sebanyak 1 laporan, dari isntansi pemerintah sebanyak 1 laporan, dan lain-lain 2 laporan.

Diungkapkan dia, sisa laporan sekitar 24 % yang belum diselesaikan pada 2016 tersebut masih dalam proses pengerjaan. Sebab, setiap laporan yang masuk ke ombudsman harus melalui tahap telaah dari Asisten terlebih dahulu. Kemudian berdasarkan telaah Asisten tersebut baru diputuskan apakah laporan dari masyarakat tersebut masuk dalam kewenangan ombudsman atau tidak. Telaah Asisten tersebut sangat penting dilakukan karena ombudsman hanya menindaklanjuti laporan masyarakat terkait pelayanan publik saja.

\"Diluar pelayanan publik itu bukan hak kami. Karena apa, banyak juga laporan yang indikasinya bukan pelayanan publik. Misalnya, ada laporan yang setelah kita analisa lebih ke ranah Perdata, atau sengketa personal ke personal. Nah laporan seperti itu tetap kita jawab, supaya masyarakat yang melapor tersebut lebih tepat melapornya ke pihak yang berwenang,\" paparnya.

Herdi mengatakan, selama ini banyak juga masyarakat yang melaporkan ke ombudsman terkait dengan lising motor. Namun, laporan tersebut tidak dapat ditindak lanjuti karena itu bukan wewenang ombudsman. ombudsman tetap menerima laporan tersebut untuk diteruskan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kendati demikian, terkait pelayanan publik oleh pihak perbankan pemerintah itu menjadi kewenangan ombudsman.

Setelah laporan tersebut ditelaah oleh asisten dan diputuskan bahwa laporan tersebut masuk dalam kewenangan ombudsman. Kemudian ombudsman akan mengklarifikasi aduan tersebut kepada pihak terlapor. Klarifikasi tersebut dinilai penting karena laporan versi pelapor akan dicocokkan dengan versi terlapor. Mengingat tidak semua yang dilaporkan itu mengandung kebenaran.

\"Klarifikasi tersebut bisa melalui surat, melalui telepon, atau bisa datang langsung ke institusi yang dilaporkan,\" tukasnya.

Setelah mendapatkan hak jawab atas laporan masyarakat tersebut, kemudian ombudsman menyampaikan kembali penjelasan pihak terlapor tersebut kepada masyarakat yang memberi laporan. Apakah nantinya penjelasan terlapor tersebut sudah memuaskan pelapor.

\"Rata-rata yang kami temui, paling banyak itu terjadi karena miss komunikasi, sehingga ketidaksampaiannya informasi pelayanan publik kepada masyarakat. Ini yang kadang memicu laporan dari masyarakat,\" bebernya.

Herdi menjelaskan, banyaknya laporan masyarakat terkait pelayanan publik terkadang tidak mutlak kesalahan institusi pemberi pelayanan publik. Banyak juga yang ditemukan masyarakat tersebut tidak melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh institusi tersebut. Sehingga menyebabkan urusan masyarakat tersebut menjadi berlarut. Disisi lain, pihak penyelenggara layanan juga terkendala menguhubungi masyarakat yang mengurus tersebut.

\"Tidak selamanya kesalahan itu ada pada penyelenggara pelayanan publik. Sebab ada hal-hal yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pelayanan tersebut. Dan terkadang masyarakat yang tidak memenuhinya,\" tuturnya.

Herdi mencontohkan seperti mengurus perizinan. Tentunya dalam mengurus perizinan ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh yang mengurus izin. Selama persyaratan itu tidak dipenuhi maka penyelenggara perizinan juga tidak bisa mengeluarkan izin. Untuk itu yang faktor banyaknya laporan masyarakat tersbut lebih banyak karena kurangnya komunikasi antara lembaga pemberi layanan dengan masyarakat.

Oleh karena itu, ombudsman menyarankan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik untuk menampilkan standar pelayanan di kantor masing-masing. Dengan demikian masyarakat yang memiliki urusan ke instansi tersbut dapat mengetahui persyaratan apa yang harus dipenuhi bila memiliki urusan.

\"Bisa melalui brosur, pamflet, spanduk jadi orang tahu. Misalnya untuk memperoleh suatu pelayanan ini persyaratannya. Kalau gratis harus ditampilkan gratis, kalau ada biaya disebutkan berapa biayanya. Jangka waktu pengurusan berapa lama. Jadi bisa dideteksi.\" pungkasnya.

Dengan ditampilkannya informasi pelayanan tersebut kepada masyrakat juga dapat memudahkan kinerja ombudsman. Sebab, bila ada laporan masyarakat terkait institusi tersebut ombudsman tinggal mencocokkan saja laporan tersebut dengan standar pelayanan yang sudah ditetapkan oleh instatansi pemberi pelayanan publik itu.(311)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: